Tuesday 25 October 2016

Fakta, Masalah, dan Solusi

Sebuah Analisa Implikasi Tren  "Fakta, Masalah, dan Solusi" dalam Pembelajaran di Kelas

Berbicara tentang kata "fakta", "masalah", dan "solusi" sepertinya kini menjadi sebuah tren tersendiri di kalangan anak muda yang telah menonton film Rudi Habibie. Cukup menarik untuk diulas bagaimana film tersebut diangkat dari kisah nyata (thrue story) Presiden RI ke-3, dan mampu menyihir bahkan menginspirasi banyak kalangan terutama anak muda. Akan tetapi penulis tidak akan membahas tentang film dalam kacamata dunia perfileman itu sendiri karena memang di luar kapasitas penulis. Penulis mencoba menarik benang merah dengan dunia pendidikan. Bagaimana konsep-konsep pemikiran dan implikasi dapat dibangun berdasarkan inspirasi dari sebuah film yang menurut penulis layak diacungi jempol di tengah semakin kaburnya muatan pendidikan dalam dunia perfileman Indonesia.

Fakta dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah sedang mengalami tumbuh kembang di mana banyak perubahan-perubahan yang terjadi, di antaranya penyempurnaan kurikulum 2013 menjadi kurikulum nasional. Fakta lain adalah adannya wacana tentang fullday school, guru kesulitan membuat penelitian tindakan kelas (PTK), sarana prasarana sekolah belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), rendahnya minat baca, dan profesionalisme guru. Ada banyak fakta-fakta lain dari skala mikro maupun makro. Dalam lingkup kecil saya coba contohkan di sekolah penulis ada fakta bahwa untuk penerapan kurikulum 2013 masih banyak mengalami kendala. Fakta juga bahwa guru-guru muda di sekolah banyak kesulitan dalam pengembangan diri guna mendapatkan diklat. Hal itu terkait erat dengan usaha kenaikan pangkat. Tak hanya guru muda, guru-guru yang notabene senior pun mengalami kesulitan. Para guru yang sudah golongan IV/a kesulitan dalam menelorkan sebuah karya penelitian guna meraih IV/b. Siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran, sebagian siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran, dsb.

Banyak memang fakta-fakta di sekolah yang kiranya tidak cukup untuk dituliskan dalam sebuah artikel. Fakta itu tak hanya yang negatif, tetapi ada juga fakta-fakta positif tentunya, semisal hilangnya perpeloncoan dalam masa orientasi sekolah (MOS). MOS yang sepertinya sudah menjadi penyakit menahun dengan adanya berita-berita miring perpeloncoan kakak kelas terhadap adik kelas, sekarang telah menjadi angin lalu. Berganti dengan pengenalan lingkungan sekolah yang lebih efektif, edukatif, partisipatif, komprehensif, dan tentunya humanis. Inisiasi gerakan mengantar anak sekolah di hari pertama masuk. Ada pula diklat Guru Pembelajaran yang seakan menjadi angin segar terutama bagi guru muda dalam usaha meningkatkan profesionalismenya. Beberapa sekolah telah menerapkan KKM 75 untuk menuju SNP tentu sangat menggembirakan. Hasil ujian nasional dan idndeks kejujuran peserta sebagai salah satu alat ukur keberhasilanpun sudah lebih bagus.

Hal ihwal masalah pembelajaran di dunia pendidikan tentunya banyak sekali. Masalah dunia pendidikan di Indonesia dapat dikatakan seusia dengan kemerdekaan Indonesia. Artinya bahwa masalah itu selalu ada dan seiring tumbuh kembangnya peradaban Indonesia. Masalah kendala kurikulum, masalah pro kontra fullday school, masalah penulisan PTK, masalah profesionalisme guru, masalah sarana dan prasarana sekolah, dsb. Masalah ada dari lingkup kecil sampai sekala nasional. Masalah dalam pembelajaran tentunya akan berimplikasi langsung dengan prestasi peserta didik. Akan tetapi masalah klasiknya adalah kurang maksimalnya prestasi peserta didik.

Menganalogikan "fakta, masalah, dan solusi", tentu ada benang merah untuk kita implementasikan dalam pembelajaran di kelas pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Pertama implikasi dalam setiap kebijakan yang diambil dalam dunia pendidikan. Kebijkan yang diambil haruslah melihat fakta yang ada, masalah yang terjadi, kemudian membuat solusi yang benar-benar solutif. Kedua implikasi dari sikap pendidik. Pendidik sudah seyogianya mampu melihat fakta-fakta peserta didik dan masalah-masalah yang mereka alami dalam pembelajaran. Tentu dengan begitu guru dapat memberikan solusi pemecahan masalah untuk peserta didik. Begitupula peserta didika harus paham akan fakta yang ada dan masalah yang ia alami untuk kemudaian bersama pendidik mencari solusi.




Thursday 20 October 2016

Relasi dalam Sebuah Instutisi Pendidikan

A. Pengertian 
Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu karena bersifat unik artinya tidak ada yang sama persis antara satu orang dengan orang lain meskipun saudara kembar. Manusia juga sebagai makhluk sosial, artinya dalam kehidupannya membutuhkan hubungan timbal balik dengan orang lain karena manusia tidak bisa hidup sendiri.

Hubungan antara manusia kiranya selalu menarik untuk dijadikan topik bahasan karena sifatnya yang sangat dinamis, kontekstual, dan memiliki ruang lingkup yang luas. Kita mengenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hubungan manusia, seperti relasi dan komunikasi. Dalam KBBI, relasi dapat diartikan hubungan; perhubungan; pertalian; kenalan; pelanggan. Sedangkan Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; perhubungan. Dalam tulisan ini akan lebih banyak menggunakan istilah relasi, dengan membatasi bahasan pada relasi dalam institusi pendidikan, yaitu di sekolah.

Institusi pendidikan terdiri atas dua kata, yaitu institusi dan pendidikan. Dalam KBBI, institusi berarti lembaga; pranata; sesuatu yang dilem-bagakan oleh undang-undang, adat atau kebiasaan (seperti perkumpulan, paguyuban, organisasi sosial, dan kebiasaan berhalal-bihalal pada hari Lebaran); gedung tempat diselenggarakannya kegiatan perkumpulan atau organisasi. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Beberapa institusi yang bergerak di bidang pendidikan, yaitu Kementrian Pendidikan, Dinas Pendidikan, dan sekolah. Menurut KBBI, sekolah adalah  bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya, ada) -- dasar, -- lanjutan, -- tinggi; (menurut jurusannya, ada). Berdasarkan definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa relasi dalam sebuah institusi pendidikan merupakan hubungan yang terjadi dalam lingkup lembaga pendidikan baik secara personal maupun formal kelembagaan. 

B. Jenis-jenis Relasi di Sekolah
1. Relasi personal
Relasi personal dimaksudkan sebagai relasi antar individu yang ada dalam institusi pendidikan. Relasi ini melingkupi hubungan guru-guru, guru-kepala sekolah, guru-karyawan, guru-siswa yang bersifat pribadi. Relasi guru-guru dalam ranah personal dapat dikatakan sebagai relasi kekeluargaan. Dalam relasi ini terjalin komunikasi yang intens terkait profesi maupun kemasyarakatan. Contoh relasi personal ini adalah ketika bertemu saling sapa ketika bertemu, menanyakan kesehatan keluarga, saling kunjung saat hajatan, saling besuk saat ada guru yang sakit, dsb. Relasi guru-kepala sekolah secara personal umumnya tidak hanya terbatas pada relasi antara atasan dan bawahan, tetapi lebih pada relasi mong-tinemong atau kebersamaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara profesi dan secara personal terjalin kekeluargaan. Relasi guru-karyawan secara personal terjalin dalam sebuah rasa kekeluargaan. Relasi yang terjalin antara guru-siswa terutama di sekolah dasar, lebih kepada relasi seperti Bapak-anak, Ibu-anak. Guru merupakan orangtua siswa di sekolah, sehingga relasi yang tumbuh adalah guru menyayangi siswa, siswa menghormati guru.

2. Relasi formal 
Relasi formal dalam sekolah meliputi dua macam hubungan, yaitu formal internal dan formal eksternal. Hubungan formal internal merupakan hubungan hubungan guru-guru, guru-kepala sekolah, guru-karyawan, guru-siswa, guru-kepala sekolah yang bersifat formal atau sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Hubungan formal eksternal meliputi hubungan sekolah secara kelembagaan dengan institusi lain, masayarakat, orang tua, dan pemerintah. Hubungan formal internal di sekolah secara nyata terlihat ketika terjalin interaksi dan komunikasi guru-karyawan-kepala sekolah dalam rapat-rapat dinas di sekolah. Dalam rapat dinas saling tukar pendapat tentang permasalahan kedinasan atau kemajuan sekolah, semisal rapat keuangan sekolah, rapat pembagian tugas, rapat koordinasi pelaksanaan ujian nasional, dll. Dalam rapat dinas komunikasi akan bersifat formal.


Sumber :
http://kbbi.web.id/institusi
http://kbbi.web.id/didik
http://kbbi.web.id/relasi
http://kbbi.web.id/komunikasi
http://kbbi.web.id/sekolah

Friday 7 October 2016

Pendidikan By Design

Analisis Pendidikan Indonesia dalam Tantangan Abad XXI

 BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hal ikhwal tantangan pendidikan abad 21 telah banyak dibahas oleh para pakar pendidikan dunia dalam berbagai makalah, artikel, maupun jurnal-jurnal ilmiah. Makalah ini ditulis berangkat dari asumsi penulis bahwa tantangan pendidikan abad ke-21 masih menarik untuk bahan kajian. Makalah ini mencoba meropong jauh ke depan dengan menggunakan refleksi tumbuh kembang pendidikan di masa lalu dan pendidikan saat ini untuk membangun prediksi-prediksi berdasarkan analisis pribadi dan kaidah ilmiah. Makalah ini membatasi bahasan dengan membaca dan mengamati tumbuh kembang dunia pendidikan di Indonesia secara historis (pendidikan di masa lalu), faktual dan aktual (pendidikan di masa kini), serta prediktif (pendidikan di masa depan).Artikel ini dibuat dengan asumsi mungkin ada manfaatnya disuatu hari nanti meski sekecil biji zarrah.

Banyak topik seputar dunia pendidikan di Indonesia yang mengemuka baru-baru ini seperti pergantian menteri pendidikan, implementasi kurikulum 2013, dan Guru Pembelajar, serta topik-topik lain yang tak kalah menarik perhatian khalayak ramai. Topik-topik tersebut sangat menarik untuk menjadi topik diskusi dan masih belum kehilangan momentumnya meski sudah sejak bulan Juli 2016. Bahkan, topik itu menjadi bahan diskusi yang merata hampir seluruh rakyat Indonesia baik secara formal dalam forum-forum ilmiah, diskusi guru, ataupun sebatas "debat kusir" orang awam yang tertarik ikut andil berbicara.

Topik-topik pendidikan sangatlah menarik karena dunia pendidikan itu sendiri suatu hal yang istimewa. Dunia pendidikan itu melekat sejak manusia lahir sampai manusia mendekati ajal. Bahkan seorang ahli mengatakan "Education is not preparation for life; education is life itself" (John Dewey). Pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan, tetapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Hal itu dapat diartikan pendidikan telah terjadi sejak manusia itu mulai kehidupannya ketika telah ditiupkannya ruh oleh Yang Maha Pencipta kepada janin yang dikandung sang ibu pada usia kandungan sekitar empat bulan, sejak kehidupan dimulai maka sejak itulah awal pendidikan dimulai. Secara teoritis orangtua  harus mulai mendidik anaknya, sejak masih dalam kandungan sang ibu. Karena keistimewaan itulah dunia pendidikan tumbuh dan berkembang seusia peradaban manusia.

Tumbuh kembang dunia pendidikan tak ubahnya sebuah keping mata uang, di mana satu sisi adalah diri sendiri sedangkan satu sisi yang lain adalah tantangan perkembangan lingkungan baik bersifat positif maupun negatif. Begitupula tumbuh kembang dunia pendidikan di Indonesia. Hal yang terpenting adalah bagaimana mengupayakan agar dunia pendidikan Indonesia tidak begitu saja tumbuh dan berkembang ditentukan sepenuhnya oleh pertimbangan-pertimbangan yang datang dari luar pendidikan, baik bersifat politis, ekonomis, atau perkembangan teknologi. Pendidikan harus mampu menjadi dirinya sendiri (Mochtar Buchori dalam Mukhrizal Arif, dkk. 2014). Dunia pendidikan harus diusahakan agar mampu mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan dirinya tanpa tunduk pada intervensi dari luar. Ini tidak berarti pendidikan harus bersikap menutup diri terhadap dinamika yang terdapat dalam dunia politik, ekonomi, dan teknologi. Dunia pendidikan seyogianya mampu menempati posisinya sedemikian rupa, sedemikian baik, dan sedemikian tepat untuk dapat tetap menjadi dirinya sendiri di tengah-tengah tantangan dan imperatif-imperatif dinamika politik, ekonomi, dan teknologi.

Pendidikan dapat menjadi dirinya sendiri atau sperti khittahnya di satu sisi, dan dapat pula menjadi sebuah bentuk jawaban akan tantangan dinamika peradaban manusia di sisi lain. Hal itu dapat terjadi jika dan hanya jika pendidikan tersebut dirancang, ditumbuhkembangkan secara kontinu, holistik, dan manusiawi. Hal itu saya istilahkan dengan education by design atau pendidikan by design. Pendidikan by design merupakan pendidikan yang terkonsep, terencana, aplikatif, dan evaluatif. Dikatakan terkonsep karena pendidikan sejatinya adalah merupakan sebuah proses transformasi fakta, konsep-konsep, nilai, budaya, maupun teori dari pendidik atau sumber belajar kepada peserta didik. Pendidikan juga harus terencana baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Perencanaan pendidikan yang baik akan menjadikan pelaksanaan pendidikan lebih aplikatif. Pelaksanaan pendidikan yang aplikatif akan dapat diukur ketercapaiaanya dengan evaluasi secara menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pendidikan yang dicapai. Tentunya butuh lagkah-langkah strategis untuk mewujudkan pendidikan by design Indonesia yang sesuai dengan khasanah kultural bangsa Indonesia di tengah-tegah kancah intenasionalisasi dan globalisasi abad ke-22.

B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
Berbicara tentang tumbuh kembang dunia pendidikan di Indonesia tidak lepas dari tiga frame pembahasan, yaitu tentang sejarah pendidikan di masa lalu, pendidikan masa sekarang, dan prediksi pendidikan di masa depan. Lebih jauh untuk menganalisis ketiga frame tersebut, saya mencoba membuat rumusan masalah dan batasan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa pra sejarah?
2. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa kerajaan Hindhu-Budha?
3. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa kerajaan Islam?
4. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa penjajahan Belanda?
5. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa penjajahan Jepang?
6. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa awal kemerdekaan?
7. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa demokrasi terpimpin?
8. Bagaimana potret pendidikan di Indonesia masa orde baru?
9. Bagaimana potret pendidikan di Indoensia masa reformasi?
10. Bagaimana masalah, tantangan, dan kekuatan pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi?
11. Bagaimana ciri khas dari masalah, tantangan, dan kekuatan pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi?
12. Bagaimana pola solusi untuk menangani masalah, tantangan, dan kekuatan pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi?
13. Bagaimana ragam kultural ke-nusantaraan masuk dan tercermin secara periodesasi pendidikan dari masa pra sejarah sampai masa reformasi?
14.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi?
15.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Turki?
16.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Inggris?
17.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Irak?
18.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Amerika?
19.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Singapura?
20.  Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Jepang?
21. Bagaimana analisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Finlandia?
22. Bagaimana prediksi tantangan pendidikan secara lokal, nasional, regional, maupun global di abad ke-21?
23. Bagaimana penyiapan pendidikan by design Indonesia secara evolutif untuk menghadapi abad ke-21?

C. Tujuan dan Manfaat
 Berdasarkan rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa pra sejarah.
2. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa kerajaan Hindhu-Budha.
3. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa kerajaan Islam.
4. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa penjajahan Belanda.
5. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa penjajahan Jepang.
6. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa awal kemerdekaan.
7. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa demokrasi terpimpin.
8. Mengetahui potret pendidikan di Indonesia masa orde baru.
9. Mengetahui potret pendidikan di Indoensia masa reformasi.
10. Mengetahui masalah, tantangan, dan kekuatan pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi.
11. Mengetahui ciri khas dari masalah, tantangan, dan kekuatan pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi.
12. Mengetahui pola solusi untuk menangani masalah, tantangan, dan kekuatan pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi.
13. Mengetahui ragam kultural ke-nusantaraan masuk dan tercermin secara periodesasi pendidikan dari masa pra sejarah sampai masa reformasi.
14.  Menganalisis komparasi pendidikan secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi.
15.  Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Turki.
16.  Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Inggris.
17.  Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Irak.
18.  Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Amerika.
19.  Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Singapura.
20.  Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Jepang.
21. Menganalisis komparasi pendidikan di Indonesia secara periodik dari masa pra sejarah sampai masa reformasi dengan tumbuh kembang pendidikan di negara Finlandia.
22. Membuat prediksi tantangan pendidikan secara lokal, nasional, regional, maupun global di abad ke-21.
23. Membuat usulan penyiapan pendidikan by design Indonesia secara evolutif untuk menghadapi abad ke-21.
D. Hipotesis dan Anti Hipotesis
Untuk dapat menganalisis tantangan pendidikan di Indonesia abad ke-21 saya mencoba mengemukakan hipotesis dan anti hipotesis. Adapun hipotesis adalah pendidikan di Indoensia akan semakin tumbuh dan berkembang dengan baik dengan memiliki jati diri ke-nusantaraan yang bersinergi dengan tumbuh kembang peradaban manusia di abad ke-21 baik secara lokal, nasional, regional, maupun global. Anti hipotesisnya adalah Pendidikan di Indonesia akan semakin masuk dalam internasinalisasi pendidikan dunia sehingga kehilangan citarasa ke-nusantaraan, sebagai akibat meleburnya pendidikan kedalam arus tumbuh kembang peradaban global abad ke-21.

BAB II
ISI

A. Potret Pendidikan di Indonesia Masa Pra Sejarah.

Kata pra sejarah tidak dapat lepas dari kata sejarah. Kata sejarah bersal dari bahasa arab, syajarotun yang artinya pohon. Pohon di sini dapat kita lihat secara terbalik semisal bentuk penggambaran silsilah keluarga. Adapun pengertian sejarah menurut KBBI adalah asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo: cerita --; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau; ilmu sejarah. Hal ini dapat diartikan bahwa sejarah adalah segala sesuatu yang terjadi di masa lampau. Sejarah juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa masa lampau terkait kehidupan manusia berdasarkan ruang dan waktu melalui sumber dan bukti sejarah baik tertulis, lisan, dan artefak.

Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) secara harfiah berarti "sebelum sejarah", dari bahasa latin ntuk "sebelum," præ, dan historia. Prasejarah manusia adalah masa di mana perilaku dan anatomi manusia pertama kali muncul, sampai adanya catatan sejarah yang kemudian diikuti dengan penemuan huruf. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari tumbuh kembangnya peradaban bangsa tersebut. Zaman prasejarah Indonesia sendiri berakhir pada masa ditemukannya prasasti Pra sejarah dapat diartikan sebagai masa dimana manusia belum mengenal tulisan.

Bentuk pendidikan di Indonesia masa pra sejarah masih sangat sederhana. Tujuan pendidikan pada masa ini di antaranya adalah untuk bertahan hidup dan mencari sumber makanan dari alam. Keluarga merupakan pusat pendidikan. Orang tua memiliki otoritas penuh untuk memberikan materi pendidikan kepada anak. Sesuai dengan karakteristik masyarakat yang sangat tergantung pada alam dan lingkungan, materi pendidikan diarahkan pada keterampilan untuk berburu, meramu, mengumpulkan makanan, bercocok tanam, dan mencetak benda-benda. Model pendidikan berbentuk aplikatif dan pragmatif, sehingga dapat langsung diterapkan di lapangan (alam terbuka). Pendidikan dilakukan secara secara turun-temurun sejak dini hingga dewasa.

Hasil pendidikan masa pra sejarah dapat dilihat dari kebudayaan masa prasejarah, mulai paleolithikum, mesolithikum, neolithikum, megalithikum, dan perundagian. Pada masa perundagian, pendidikan sudah diarahkan untuk menguasai pembuatan beberapa benda logam, misalnya gerabah perunggu, kapak perunggu, bejana, nekara, moko, dsb. Pendidikan pada masa ini telah dilakukan pada tingkat sosial tertentu. Manusia dicita-citakan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya, yaitu memiliki semangat gotong royong, menghormati para sesepuh-pinisepuh atau tetua, dan taat kepada adat-istiadat.

B. Potret Pendidikan di Indonesia Masa Kerajaan Hindhu-Budha
Pembahasan Pendidikan pada masa kerajaan Hindu Buddha di Indonesia dimulai sekitar abad ke-4 M dengan munculnya kerajaan Hindhu Kutai di Kalimantan berdasarkan bukti tertulis Yupa. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Sedangkan di Jawa muncul kerajaan Tarumanagara yang berkuasa sekitar abad ke-4 s.d. 7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Pada masa ini tumbuh kembang pendidikan erat kaitannya dengan agama Hindhu dan Budha yang mendapat sokongan dari kerajaan secara kelembagaan.
Pada masa Hindhu-Budha sistem pendidikan dapat terekam dengan baik. Menurut Agus Aris Munandar dalam Ali Mahmudi (http://maqalah2.blogspot.com, 2015). Sistem pendidikan Hindu-Buddha dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi petapa dan orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk, yaitu patapan dan mandala.
Patapan memiliki arti tempat bertapa, tempat mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu dicita-citakan. Bentuk patapan umumnya sangat sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun pada bangunan yang bersifat artificial. Hal ini dikarenakan jumlah Resi/Rsi yang bertapa lebih sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu, orang yang bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus dari sang guru, dengan demikian bentuk patapan biasanya hanya cukup digunakan oleh seorang saja.
Istilah kedua adalah mandala, atau disebut juga kedewaguruan. Berbeda dengan patapan, mandala merupakan tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan mungkin juga pengikutnya. Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama dan nagara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewaguru.
Berdasarkan keterangan yang terdapat pada kropak 632 yang menyebutkan bahwa ” masih berharga nilai kulit musang di tempat sampah daripada rajaputra (penguasa nagara) yang tidak mampu mempertahankan kabuyutan atau mandala hingga jatuh ke tangan orang lain” (Atja & Saleh Danasasmita, Ekadjati dalam Ali Mahmudi 2015), dapat diketahui bahwa nagara atau ibu kota atau juga pusat pemerintahan, biasanya dikelilingi oleh mandala. Dalam hal ini, antara mandala dan nagara tentunya mempunyai sifat saling ketergantungan. Nagara memerlukan mandala untuk dukungan yang bersifat moral dan spiritual, mandala dianggap sebagai pusat kesaktian, dan pusat kekuatan gaib.
Dengan demikian masyarakat yang tinggal di mandala mengemban tugas untuk melakukan tapa. Kemakmuran suatu negara, keamanan masyarakat serta kejayaan raja sangat tergantung dengan sikap raja terhadap kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, nagara perlu memberi perlindungan dan keamanan, serta sebagai pemasok keperluan yang bersifat materiil (fasilitas dan makanan), agar para pendeta/wiku dan murid dapat dengan tenang mendekatkan diri dengan dewata.
Pendapat lain mengatakan bahwa pada masa Hindu-Budha, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang diskusi dan seminar.
Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha membaur dengan unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu pemerintahan, tata negara dan hukum. Beberapa karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain:
1. Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019)
2. Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157)
3. Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri, 1125)
4. Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh
5. Smaradhahana karya Mpu Dharmaja (Kediri, 1125)
6. Negara Kertagama karya Mpu Prapanca (Majapahit, 1331-1389)
7. Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid)
8. Sotasoma karya Mpu Tantular, dan
9. Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri hingga Majapahit).
Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini selain belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jadi secara umum dapatlah disimpulkan bahwa:
1. Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi;
2. Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain;
3. Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guru-guru tertentu;
4. Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing.

Peran kerajaan Hindhu-Budha yang paling menonjol dalam pendidikan adalah kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan sosial masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti. Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Kemajuan di bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah suatu hasil perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi sejak awal pendirian Sriwijaya, raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama dan penganut agama yang taat. Sebagai penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya.
Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui peninggalan peninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).

C. Potret Pendidikan di Indonesia Masa Kerajaan Islam 
Masa kerajaan islam, merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah Pendididkan di Indonesia. Agama Islam sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam bidang pendidikan. Beberapa kerajaan Islam yang ada di Indonesia dapat dicermati untuk menjadikan cerminan atau representasi pendidikan di Indonesia pada masa kerajaan Islam, antara lain kerajaan Samudra Pasai, kerajaan Aceh, Demak, dan Mataram.
1. Pendidikan pada masa Kerajaan Samudra Pasai
Seorang pengembara dari maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M sempat singah di kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az Zahir, saat perjalananya ke Cina. Ibnu Batutah menuturkan bahwa ia sangat mengagumi akan keadaan kerajaan Pasai, dimana rajanya sangat alim dan begitu pula dalam ilmu agamanya, dengan menganut paham Mazhab Syafi’I, dan serta mempraktekkan pola hidup yang sangat sederhana.
Menurut apa yang dikemukakan Ibnu Batutah tersebut, dapat ditarik kepada sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai, yaitu:
a)      Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqh mazhab Syafi’i.
b)      Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqah.
c)      Tokoh  pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama.
d)      Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.

2. Pendidikan pada masa Kerajaan Aceh
Dalam bidang pendidikan di Kerajaan Aceh Darussalam benar-benar mendapat perhatian. Hal itu dapat dilihat dari adanya lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, antara lain:
a. Balai Seutia Hukama; Merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama’, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Balai Seutia Ulama’; Merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
c. Balai Jama’ah Himpunan Ulama’; Merupakan kelompok studi tempat para ulama’ dan sarjana berkumpul untuk bertukar pikiran membahas persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikan.
Adapun jenjang pendidikan yang ada adalah sebagai berikut:
d. Meunasah (madrasah); Terdapat disetiap kampung, berfungsi sebagai sekolah dasar,materi yang diajarkan yaitu; menulis dan membaca huruf arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
e. Rangkang; Diselengarakan disetiap mukim, merupakan masjid sebagai tempat berbagai aktifitas ummat termasuk pendidikan. Rangkang adalah setingkat Madrasah Tsanawiyah. Materi yang diajarkan; bahasa arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, (hisab), akhlak, fiqh, dan lain-lain.
f. Dayah;
Terdapat disetiap daerah ulebalang dan terkadang berpusat di masjid, dapat disamakan dengan Madrasah Aliyah sekarang, Materi yang diajarkan; fiqh (hukum islam), bahasa arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid.
g. Dayah Teuku Cik; Disamakan dengan perguruan tinggi atau akademi, diajarkan fiqh, tafsir, hadits, tauhid (ilmu kalam), akhlak/tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat.

3. Pendidikan pada masa kerajaan Demak
Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak memiliki kemiripan pelaksanaan pendidikan di  Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat yang menjadi sentral di suatu daerah, disana diajarkan pendidikan agama dibawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi seorang guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberi gelaran resmi, yaitu gelar  sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah nama-nama seperti: Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng Tarub, Kiai Ageng Sela dan lain-lain.
Pendidikan di kerajaan Demak erat dengan pendidikan dan peran walisonggo. Walisonggo sangat berperan di bidang dakwah Islam dan pemerintahan. Raden Fatah sendiri menjadi raja adalah atas rasa keputusan para wali dan dalam hal ini para wali tersebut juga sebagai penasehat dan pembantu raja. Sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi kalangan pemerintah dan rakyat umum.
Adanya kebijaksanaan wali-wali menyiarkan agama dan memasukkan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia, sangat mengembirakan, sehingga agama Islam dapat tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.

4. Pendidikan pada masa kerajaan Mataram
Pada zaman kerajaan Mataram, pendidikan sudah mendapat perhatian dan menjadi kesadaran masyarakat. Meskipun tidak ada semacam undang-undang wajib belajar, tapi anak-anak usia sekolah tampaknya harus belajar pada tempat-tempat pengajian di desanya atas kehendak orang tuanya sendiri.
Ketika itu hampir disetiap desa diadakan tempat pengajian alquran, yang diajarkan huruf hijaiyah, membaca alquran, barzanji,, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam dan sebagainya. Adapun cara mengajarkannya adalah dengan cara hafalan semata-mata. Di setiap tempat pengajian dipimpin oleh guru yang bergelar modin.
Selain pelajaran alquran, juga ada tempat pengajian kitab, bagi murid-murid yang  telah khatam mengaji alquran. Tempat pengajianya disebut pesantren. Para santri harus tinggal di asrama yang  dinamai pondok, di dekat pesantren tersebut.
Adapun cara yang dipergunakan untuk mengajar kitab ialah dengan sistem sorogan, seorang demi seorang bagi murid-murid permulaan, dan dengan cara bendungan (halaqah) bagi pelajar-pelajar yang sudah lama dan mendalam keilmuanya.
Sementara itu pada beberapa daerah Kabupaten diadakan pesantren besar, yang dilengkapi dengan pondoknya, untuk kelanjutan bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan di pesantren-pesantren desa. Pesantren ini adalah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi.
Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar itu ialah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama telah diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf dan sebagainya. Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi

Sumber: 
Mukhrizal Arif, dkk. 2014. Pendidikan Posmodernisme. Yogyakarta : Aruzz Media
http://suparlan.com/115/pendidikan-pralahir-prenatal-education
https://en.wikipedia.org/wiki/John_Dewey

http://museumpendidikannasional.upi.edu/index.php/pra-aksara
https://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah
http://kbbi.web.id/sejarah
https://docs.google.com/document
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai
Ali Mahmudi 2015 dalam http://maqalah2.blogspot.com/2015/01/pendidikan-pada-masa-hindu-buddha_21.html
Rahmad Nur Wakhid dan Anik Rahayu 2011. Makalah Sistem Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Indonesia. Jawa Timur: STIAI Miftakhul Ula

Catatan Istilah:
imperatif/im·pe·ra·tif/ /impératif/ 1 a bersifat memerintah atau memberi komando; mempunyai hak memberi komando; bersifat mengharuskan: hukum baru itu kelak harus berwibawa sebagai kekuatan -- yang harus dihormati; 2 n Ling bentuk perintah untuk kalimat atau verba yang menyatakan larangan atau keharusan melaksanakan perbuatan: pergilah! bantulah! (sumber: http://kbbi,web,id/imperatif)
debat kusir/debat yang tidak disertai alasan yang masuk akal/istilah yang digunakan dan dipopulerkan oleh KH. Agus Salim. (http://ariefmachmudy.blogspot.co.id/2012/06/debat-kusir.html)

Featured post

Pengertian Rubrik

Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI : Rubrik adalah kepala karangan (ruang tetap) dalam media cetak baik surat kabar maup...