Friday, 29 October 2021

BUDAYA POSITIF

Kiranya Sebagian besar dari kita akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal hal itu berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu merupakan salah satu alternatif terakhir bahkan jika perlu tidak digunakan sama sekali.

    Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. 
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)

Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang berasal dari motivasi internal dalam diri murid. Jika belum memiliki motivasi internal, maka murid memerlukan pihak lain dalam hal ini guru untuk mendisiplinkan murid atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri murid  sendiri.

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menumbuh kembangkan anak-anak yang memiliki disiplin diri dari motivasi internal sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai luhur atau mulia. 

Para pendidik di SD Negeri Pendowoharjo, Sleman berusaha untuk menanamkan disiplin positif kepada murid-murid. Disiplin positif ini tentunya sangat dibutuhkan oleh murid. Terlebih lagi dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah. Disiplin positif dibutuhkan agar anak-anak tetap sehat dan selamat, sehingga tidak ada klaster baru Covid-19. Pembelajaran akan diizinkan dan terus berlangsung jika murid-murid tetap sehat dan selamat. Hal itu tentunya menjadi harapan kita semua. Murid-murid menerapkan protokol kesehatan dengan motivasi internal agar mereka sehat dan selamat dan dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik.  
 
Gambar 1. antre cuci tangan

Gambar 2. Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir

Gambar 3. Penerapan prokes dengan pengecekan suhu


Gambar 4. Berbaris sebelum masuk kelas



Gambar 5: Siswa tertib masuk kelas satu persatu saat sirkulasi pembelajaran dengan memerhatikan jaga jarak




Gambar 6. Menciptakan suasana kondusif di kelas sesuai keyakinan kelas


Gambar 7: Siswa tetap tertib meski dalam kelompok belajar tetap menjaga protokol kesehatan


Seorang murid yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.

Budaya Positif

Budaya positif perlu diciptakan di kelas dan sekolah. Budaya positif memerlukan disiplin diri dari warga kelas dan sekolah. Budaya positif dapat diwujudkan di antaranya dengan pembentukan keyakinan kelas, posisi kontrol guru yang positif, dan menerapkan segitiga restitusi. Melalui budaya positif terwujud pembelajaran yang kondusif, berkualitas, dan berpihak pada murid. Banyak contoh budaya yang bisa diterapkan oleh murid-murid baik di rumah maupun sekolah. Di sekolah bisa dengan menerapkan 3S TOMAT (senyum salam sapa tolong maaf dan terima kasih).  DI rumah murid-murid bisa literasi dengan membaca buku atau dari media yang disiapkan guru sesuai tema.




Gambar 9: Siswa di rumah melaksanakan literasi membaca dengan memanfaatkan media teknologi informasi


 Tujuan dari disiplin positif murid adalah disiplin diri dengan menanamkan motivasi pada murid-murid, yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Murid-murid akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang murid-murid  hargai.

Pembentukan Keyakinan Kelas: 

Untuk membangun budaya positif dapat dilakukan dengan membuat keyakinan kelas.

- Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.

- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. 

- Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. 

- Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. 

- Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 

- Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. 

- Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.





Gambar 10: Kesepakatan kelas yang dibuat mencerminkan "SATRIYA" Sehat, Aman, Tertib, Indah, dan Jaya dibuat bersama oleh guru dan murid. Identifikasi bersama tugas murid dan bukan tugas murid


Kebutuhan Dasar 

Dalam menciptakan budaya positif guru kiranya perlu memahami kebutuhan dasar murid. Seluruh tindakan murid memiliki tujuan tertentu. Semua yang dlakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang murid inginkan. Ketika murid  mendapatkan apa yang mereka inginkan, sebetulnya saat itu mereka sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar murid, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Posisi Kontrol

Ada 5 posisi kontrol yang dapat diterapkan seorang guru,  dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol guna menciptakan budaya positif. Posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Posisi kontrol yang seyogianya diterapkan adalah teman, pemantau, dan manajer.

Segitiga Restitusi

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.

Proses ini meliputi tiga tahap dan setiap tahapnya berdasarkan pada prinsip penting dari Teori Kontrol, yaitu Langkah Teori Kontrol 1 Menstabilkan Identitas Stabilize the Identity Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan 2 Validasi Tindakan yang Salah Validate the Misbehaviour Semua perilaku memiliki alasan 3 Menanyakan Keyakinan Seek the Belief Kita semua memiliki motivasi internal.


Video gambaran budaya positif



Refleksi:

Disiplin positif yang berasal dari motivasi internal lebih kuat dibanding disiplin dari motivasi eksternal, untuk itu kiranya perlu ditananmkan sejak dini.


No comments:

Post a Comment

Featured post

Pengertian Rubrik

Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI : Rubrik adalah kepala karangan (ruang tetap) dalam media cetak baik surat kabar maup...