Thursday 17 February 2022

Pengambilan Keputusan Sebagai pemimpin Pembelajaran_Koneksi Materi 3.1

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Filosofi Patrap Triloka Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran kiranya sebagai guru memosisikan diri sebagai ing ngarsa sung tuladha. Artinya dalam membuat keputusan terkandung teladan yang baik bagi murid. Keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik dan berpihak pada murid. Ing madya mangun karsa, dapat diartikan bahwa keputusan yang diambil sebagai pemimpin pembelajaran dapat membangkitkan motivasi murid. Tut wuri handayani, dapat diartikan bahwa para murid yang mengikuti keputusan dapat memberi dorongan ke arah yang lebih baik. Pengambilan keputusan tersebut diambil agar para murid dapat mencapai tujuan pendidikan, bahagia dan selamat.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Suatu keputusan diambil berdasarkan nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita. Nilai-nilai tersebut seperti kasih sayang, keadilan akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan ketika terjadi dilema misalnya keadilan vs kasihan. Nilai kejujuran, percaya diri, setia, tanggung jawab yang dimiliki dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan ketika guru mengalami dilema kebenaran vs kesetian. Maka kiranya nilai-nilai kebaikan tersebut dirawat dan tertanam dalam diri pribadi guru dan digunakan dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Selain itu nilai-nilai ditransfer kepada murid, karena tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebajikan.

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Coaching fokus pada belajar bukan mengajari, menuntun dengan analisis beberapa alternatif untuk selanjutnya diambil keputusan secara mandiri. Coaching dengan teknik TIRTA. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir. TIRTA ( T: Tujuan; I: Identifikasi; R: Rencana aksi; TA: Tanggung jawab). Dengan coaching keputusan yang diambil diharapkan terbaik, menjawab permasalahan baik berupa dilema etika maupun bujukan moral.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Kemampuan guru dalam menerapkan pengetahuanketerampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional berpengaruh dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Keputusan yang diambil secara sadar dengan pengelolaan sosial emosional diharapkan merupakan keputusan yang bertanggungjawab.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Studi kasus dapat berupa kasus dilemma etika ataupun bujukan moral. Permasalahan tersebut dianalisi menggunakan nilai-nilai apakah terkait moral atau etika. Nilai-nilai yang ada dalam kasus tersebut apakah saling bertentangan. Selanjutnya penyelesaiannya membutuhkan suatu proses yang tepat dan bijaksana. Dalam pengambilan keputusan tersebut guru dapat menggunakan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip berpikir dalam pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Dalam melakukan hal tersebut guru berdasarkan pada keseluruhan nilai-nilai yang tertanam pada diri pribadi guru, sehingga keputusan yang dibuat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dipegang oleh guru. 

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan melalui analisis yang cermat. Mempertimbangkan nilai-nilai, siapa yang yang terlibat, fakta-faktanya atau latar belajang masalah, diuji legalitas, uji etika, publisitas, intuisi, tokoh panutan, pengambilan keputusan dan merefleksi hasil akhir dari keputusan yang diambil. Setelah keputusan tersebut diperoleh maka dapat dilihat dari dampak positif ataukan negatif keputusan tersebut, apakah orang-orang yang terlibat merasa nyaman dan merasa lebih baik dengan keputusan yang ada, selain itu apakah timbul suatu perasaan tidak nyaman dalam hati pengambil keputusan tersebut. Dari hal tersebut akan dapat diketahui keputusan yang diambil sudah tepat dan efektif apakah masih diperlukan evaluasi dan perbaikan.

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Seorang guru kadang kala dihadapkan pada berbagai kasus dilema etika yang kadang melibatkan pihak-pihak seprti murid, rekan sejawat, dan atasan. Berbagai macam kasus atau permasalahan menuntut seorang guru untuk senantiasa belajar dan melatih keterampilan dalam mengambil sebuah keputusan. Terkadang dalam menghadapi suatu kasus dilema etika seorang guru menemui kesulitan ataupun hambatan-hambatan. Kesulitan yang terjadi bisa disebabkan oleh berbagai hal misalnya perbedaan budaya, pola pikir, lingkungan, yang berbeda.

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran tentunya berpihak pada murid. Keputusan yang berpihak pada murid mempengaruhi kemerdekaan murid-murid dalam belajar. Seorang guru melalui keputusan yang diambil berusaha memfasilitasi merdeka belajar agar murid dapat menjadi murid yang memiliki profil pelajar Pancasila.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran oleh guru seyogianya memerhatikan dampak ke depan bagi murid. Kiranya keputusan tersebut bermanfaat bagi murid, sesuai dkebutuhan belajar dalam mencapai cita-citanya.

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Dari modul 3.1. ini kiranya dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan bagi seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus dilakukan dengan cermat dan memperhatikan berbagai hal. Berangkat dari filosofi patrap triloka, memerhatikan aspek sosial emosional, sesuai kebutuhan belajar, dan berbagai dampak yang ditimbulkan. Keputusan yang guru ambil harus berpihak pada murid sesuai dengan dan dapat memfasilitasi merdeka belajar. Merdeka belajar sesauai dengan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara, agar murid bahagia dan selamat.

Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan sebuah keterampilan dalam menganalisis dan menentukan suatu penyelesaian. Keterampilan yang bisa mendukung pengambilan keputusan adalah keterampilan melakukan coaching, yaitu menggali suatu permasakahan tanpa menggurui.

Keputusan-keputusan sebagai pemimpin pembelajaran diharapkan mampu menciptakan sebuah ekosistem pembelajaran yang baik didukung budaya yang positif dilingkungan sekolah sehingga murid dapat merdeka belajar dan menjadi murid yang memiliki profil pelajar Pancasila.

 

 


Tuesday 8 February 2022

Seputar Pemimpin Pembelajaran

Sekolah adalah ‘institusi moral’  yang dirancang untuk membentuk karakter para warganya. Seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi situasi di mana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah.

Dalam pengambilan suatu keputusan, tidak jarang kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti.  Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.

Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid. Diane Gossen (1998) berpendapat bahwa bila kita ingin menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri seseorang maka tumbuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal.

Beberapa nilai kebajikan universal adalah:

Sembilan Pilar Karakter Indonesian Heritage Foundation (IHF):

  • Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
  • Kemandirian dan Tanggung jawab
  • Kejujuran (Amanah), Diplomatis
  • Hormat dan Santun
  • Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
  • Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
  • Kepemimpinan dan Keadilan
  • Baik dan Rendah Hati
  • Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini: 
1. Individu lawan masyarakat (individual vs community) 
    Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda.
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) 
    Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 
    Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) 
    Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan seharihari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll

ilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. 

Beberapa pertimbangan dalam pengambilan keputusan adalah:

  1. Melakukan, demi kebaikan orang banyak.
  2. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda.
  3. Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda. 

Tiga prinsip pengambilan keputusan, prinsip tersebut adalah:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Featured post

Pengertian Rubrik

Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI : Rubrik adalah kepala karangan (ruang tetap) dalam media cetak baik surat kabar maup...