Friday 2 December 2016

Melihat dan Memaknai Demonstrasi Demokratis dengan Kacamata Dunia Pendidikan

Beberapa pekan ini berbagai media banyak memberitakan tentang adanya peristiwa demonstrasi. Peristiwa demonstrasi merupakan salah satu bentuk realitas sosial yang mengemuka di Indonesia akhir-akhir ini. Bermacam-macam tema, tujuan, dan substansi diusung dalam aksi demonstrasi. Ada tema kebangsaan, Bhineka Tunggal Ika, maupun Bela Islam I, II, dan yang teranyar adalah demonstrasi Bela Islam III atau juga dikenal dengan sebutan demo super damai 212. Demonstrasi damai apalagi super damai dalam kehidupan demokrasi dianggap konstitusional dan memang dijamin oleh Undang-Undang di Indonesia. Banyak pihak yang ikut dan banyak pula pemirsa yang tahu, tak terkecuali pemirsa dari orang-orang bahkan anak-anak yang masih berperan sebagai "subjek pendidikan". Tentunya dengan adanya pemirsa dari orang/anak yang masih menyandang peran sebagai "subjek pendidikan", maka diperlukan pemaknaan peristiwa demonstrasi dalam kehidupan demokrasi melalui kacamata dunia pendidikan.

Realitas sosial saat ini cenderung sudah sangat massif dan terbuka dengan adanya peran perkembangan media, baik media elektronik, media massa, maupun media sosial. Arus informasi tentang realitas sosial yang kadang tidak terbendung dan terfilter bahkan bersifat suul adab karena menegasikan sekat-sekat etis serta moralitas tentunya perlu disikapi bersama dengan bijak. Karena alasan itulah menjadi urgen dan penting untuk dapat melihat pemaknaan peristiwa demonstrasi sebagai salah satu realitas sosial melalui kacamata dunia pendidikan. Hal itu dikarenakan pengetahuan "subjek pendidikan" dibentuk melalui konstruksi terhadap realitas sosial.  Pemaknaan yang baik terhadap realitas sosial tentunya akan menghasilkan sebuah konstruksi pengetahuan yang kritis, positif, dan dinamis.

Hiruk pikuk peristiwa demonstrasi super damai 212 dapat dilihat dan dianalisis dari berbagai kacamata. Pun tidak hanya kacamata analisis politik dan hukum, kiranya bijaksana pula untuk  bersama-sama melihat dan menganalisis dengan kacamata dunia pendidikan. Adakah relevansi peristiwa 212 dengan dunia pendidikan? Sejauhmana peristiwa ini dapat dimaknai dalam dunia pendidikan? Adakah pula manfaat peristiwa yang dapat ditarik dalam dunia pendidikan?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas kiranya perlu dengan pemikiran kritis dan reflektif dengan pendekatan yang se-edukatif mungkin. Tentunya analisis untuk menjawab akan berusaha terlepas dari substansi  peristiwa/aksi dari kacamata politik dan hukum yang telah jamak dibahas oleh berbagai tokoh serta diberitakan oleh berbagai media dari dalam maupun luar negeri. 

Peristiwa demonstrasi super damai 212 dalam kacamata dunia pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah bentuk transformasi sosial, civil society unity dalam bingkai gerakan demokrasi yang aspiratif. Transformasi sosial di sini dimaksudkan bahwa harapan terjadinya perubahan sosial ke arah yang lebih baik sebagai reaksi atas suatu hal/peristiwa sebelumnya. Transformasi mewujud melalui gerakan kebersatuan rakyat untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi secara demokratif dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Sedikit penulis mencoba analisis dengan menyerempetkan berdasarkan teori kritis dan teori tindakan komunikatif Habermas, setidaknya dapat ditarik benang merah relevansi peristiwa 212 dengan dunia pendidikan, yaitu : 
1. terbentuknya pemikiran (thought) berupa kebutuhan akan keadilan
2. beranjak kepada ujaran (words) berupa penyampaian aspirasi rakyat kepada pemerintah atau pihak-pihak terkait
3. melahirkan tindkan (action) berupa gerakan demonstrasi damai yang konstitusional
4. dapat menjadi kebiasaan baru (habit) berupa cerminan dari dan untuk bentuk kebiasaan positif dalam demokrasi berbangsa dan bernegara dalam penyampaian aspirasi
5. menjadi karakter (character) berupa terbentunya karakter bangsa yang demokratis
6. mewujudkan tujuan dan cita-cita (destiny) berupa tujuan Indonesia yang bersatu, adil, demokratif, berkarakter, dan sejahtera.

Disadari bersama bahwa memang pendidikan merupakan garda terdepan dalam membentuk kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, oleh karena itu peristiwa 212 sebagai salah satu peristiwa sosial relevan untuk dapat dimaknai secara langsung maupun tidak langsung untuk kebutuhan dan tujuan pendidikan. Proses pemaknaan peristiwa 212 oleh dunia pendidikan sangat dibutuhkan dan penting karena pendidikan juga merupakan agen perubahan, di mana out put pendidikan akan menyiapkan generasi penerus bangsa yang saat ini berperan sebagai "subjek pendidikan" yang secara langsung atau tidak langsung telah menyaksikan atau minimal tahu akan peristiwa 212. Pemaknaan dan penerimaan pesan dari peristiwa yang salah dikhawatirkan akan menimbulkan efeksamping negatif ke depan terhadap "subjek pendidikan" terutama dalam pembentukan karakter bangsa.

Pemaknaan peristiwa 212 dengan kacamata dunia pendidikan penting untuk membentuk suatu kesadaran masyarakat tentang kehidupan demokrasi. Hal itu diterapkan melalui proses edukatif pembentukan pemahaman bahwa tindakan komunikasi yang baik dan benar menjadi mutlak perlu dilakukan dalam interksi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Begitu pula pemaknaan akan pentingnya kesadaran untuk saling menghormati, menjaga, mengayomi, asah-asih-asuh, toleransi dalam keberagaman dan pluralisme. Tentunya pentingpula untuk pemaknaan guna penanaman kesadaran nurani yang objektif dari relaitas-relaitas sosial dalam peristiwa sehari-hari, lokal, nasional, maupun internasional dalam proses edukasi pembentukan karakter bangsa pada "subjek pendidikan".

Pendidikan adalah suatu proses menyadarkan peserta didik dalam hal ini tidak terbatas para siswa namun mahasiswa, juga masyarakat sebagai "subjek pendidikan" terhadap realitas. Akan tetapi kesadaran ini tidak terbatas pada kesadaran kritis terhadap realitas, namun lebih jauh kepada bagaimana mendapatkan pemahaman, manfaat atau hikmah dari sebuah peristiwa yang terjadi. Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil atau diimplementasikan dunia pendidikan sebagai relevansi dari peristiwa 212 adalah sebagai berikut.
1.  Peningkatan iman dan taqwa
2.  Penguatan nasionalisme
3.  Pemahaman akan pentingnya bersatu dalam keberagaman dan plurarlisme
4.  Penguatan toleransi, saling menghormati, menghargai, asah-asih, dan asuh
5.  Peningkatan kemampuan komunikasi yang baik, benar, dan beretika
6.  Peningkatan seni musyawarah mufakat untuk pemecahan masalah
7.  Penguatan pembelajaran yang kooperatif, kolaboratif, dan demokratif
8.  Internalisasi pembentukan karakter bangsa secara intensif dan bermakna
9.  Peningkatan pengalaman praktik demokrasi di sekolah-sekolah
10. Peningkatan sinergi antar kompenen bangsa temasuk dunia pendidikan guna mewujudkan tujuan bangsa Indonesia.

Kiranya berdasarkan ulasan di atas, penulis dapat mengatakan bahwa demonstrasi demokratis khususnya peristiwa 212 relevan untuk dimaknai dan diambil manfaatnya untuk kebutuhan dan tujuan pendidikan. Pemaknaan yang baik oleh dunia pendidikan akan dapat memberikan arah yang baik pula kepada "subjek pendidikan" guna menjadi manusia pembelajar yang mampu menangkap secara positif dan konstruktif pengetahuan baru dan pesan-pesan/hikmah dalam setiap realitas-realitas kehidupan sehari-hari yang dialami maupun dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara. "Subjek pendidikan" yang menjadi manusia pembelajar, akan mampu menghasilkan thought, word, action, habit, charakter dan destiny yang positif, dinamis, konstruktif, demokratis, dan agamis. Dengan begitu dunia pendidikan akan mampu menghasilkan out put "subjek pendidikan" sebagai generasi handal Indonesia di masa depan.

Sumber: 
http://blog.umy.ac.id/noorsetya/2013/04/03/transformasi-sosial/
http://kbbi.kata.web.id/suul-adab/

No comments:

Post a Comment

Featured post

Pengertian Rubrik

Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI : Rubrik adalah kepala karangan (ruang tetap) dalam media cetak baik surat kabar maup...